Sabtu, 29 Desember 2018

Hubungan Serikat Pekerja


Tugas 1
Contoh Kasus Perusahaan Hubungan Pekerja Dengan Manajemen Perusahaan

PENGERTIAN SERIKAT KARYAWAN

        Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan. 
         Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan atau persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi anggota serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.
DAMPAK SERIKAT KARYAWAN

        Menurut Pasal 104 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat karyawan. Ada dua perspektif perihal dampak serikat karyawan: perspektif monopoli (monopoly perspective) dan perspektif suara kolektif (collective voice perspective). Dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya serikat pekerja antara lain:

1. Dampak Monopoli
       Perspektif monopoli atas serikat pekerja bermula dari premis bahwa serikat karyawan menaikan upah di atas tingkat upah kompetitif. Seberapa banyak serikat pekerja menaikkan upah adalah bervariasi di seluruh pasar tenaga kerja, industri, jabatan, kelompok demografis dan prosedur estimasi dan data.serikat kerja tampaknya berpengaruh positif pula terhadap tunjangan pelengkap (fringe benefit). Kemajemukan dampak gaji serikat pekerja di semua industry sebagian disebabkan oleh kemampuan serikat karyawan membawa “upah keluar dari kompetisi.” Apabila serikat pekerja menaikkan gaji terlalu tinggi di suatu pasar kompetitif, maka mereka mengancam kelasngsungan hidup perusahaan dan dirinya sendiri.
Upah dapat dibawa keluar dari kompetisi melalui beberapa cara.
Pertama, tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitive terhadap perubahan upah. Yakni, para konsumen akan menyerap biaya tenaga kerja yang melambung tanpa mengimbangi dampak pekerjaan.
Kedua, tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja.

2. Dampak Suara Kolektif
       Sebagian besar karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat karyawan. Para karyawan ini mempunyai beberapa pilihan manakala mereka tidak puas dengan pekerjaan: mereka tidak berbuat apa-apa, mereka dapat berhenti dari pekerjaan atau mereka mengeluh dan mencoba memperbaiki kondisi di seputar mereka. Di samping itu, banyak karyawan yang takut dipecat sehingga mereka menyembunyikan perasaanya. Sebagian karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat pekerja. Penggabungan diri dan penggalangan suara kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen.

3. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas
       Serikat karyawan memiliki sumber kekuatan dan pengaruh yang luar biasa terhadap praktik-praktik manajerial, perilaku pekerja, dan kondisi dasar pekerjaan. Serikat pekerja mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerja bersama antara manajemen karyawan.
Kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan yang tidak mendapat tantangan menyangkut gaji, promosi, transfer, pemecatan, dan urusan personalia lainnya seringkali dibatasi secara signifikan di bawah perjanjian perundingan kerja bersama. Hak manajemen boleh jadi merupakan persoalan paling kontroversial dalam hubungan manajemen serikat pekerja. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja bersama menetapkan bahwa manajemen mempunyai hak untuk membuat keputusan menyangkut strategi korporat lini produk, lokasi pabrik dan kebijakan penentuan harga.
Kontrak perjanjian kerja bersama antara manajemen dan serikat pekerja biasanya mencakup dua sampai tiga tahun. Karena terikat dengan ketentuan dan kondisi kepegawaian untuk waktu yang lama, manajemen dan serikat pekerja tidak mampu merundingkan perubahan yang dikehendaki sampai kontrak habis masa berlakunya. Meskipun tertera ketentuan untuk menegosiasikan perubahan dalam butir tertentu pada saat kontrak masih berlaku, serikat pekerja dengan sekuat tenaga bakal menolak upaya manajemen untuk mengambil sesuatu dari kalangan karyawan. Sebagai contoh, manajemen mungkin merasa bahwa hak khusus tidak kerja karena sakit terlampau liberal dan menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi.
Agitasi yang senantiasa berkecamuk diantara kalangan karyawan dan manajemen sering menumbuhkan iklim kerja yang mempercepat putaran dan ketidakhadiran karyawan yang tinggi serta moral kerja dan produktivitas yang rendah. Hal ini tidak untuk menunjukan kesan bahwa kemitraan manajemen buruh yang kooperatif dan bebas konflik tidak ada dalam masyarakat industrial. Banyak perusahaan yang menikmati ketiadaan pemogokan, merasakan hubungan manajemen karyawan yang harmonis selama bertahun-tahun. Namun, potensi konflik manajemen dan karyawan harus menjadi perhatian utama bagi manajer-manajer masa depan yang kelak mengemban tangguung jawab yang besar atas penciptaan dan pemeliharaan perdamaian antara pekerja dan manajemen.
Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah ketakutan bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Serikat pekerja pada intinya berkepentingan dengan keamanan kerja dari anggota-anggota dan teknologi komputer robotika dan otomasi menjadi ancaman bagi pekerjaan-pekerjaan itu.
HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN DENGAN MANAJEMEN SUMBER DAYA

       Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Bila misi pergerakan karyawan adalah untuk melindungi para karyawan, meningkatkan kesejahteraan mereka, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi-kondisi kerja dan membantu karyawan pada umumnya, maka pendekatan ini dikenal sebagai business unionism.
Di lain pihak, bila misi tertuju pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan politik yang lebih luas, disebut dengan social unionism. Dalam hubunganya, manajemen sumber daya manusia dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun social unionism. Perkembangan berbagai bentuk kompensasi tambahan (fringe benefits) pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang langsung dari serikat karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan karyawan-karyawan yang berkualitas.
TIPE - TIPE KARYAWAN

a. Craft Unions
         Yaitu serikat karyawan yang anggotanya terdiri dari para karyawan atau pekerja yang mempunyai ketrampilan yang sama, seperti misal tukang-tukang kayu, tukang batu, dsb.                   b. Industrial Unions
         Yaitu serikat karyawan yang dibentuk berdasar lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini terdiri dari para pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan (skilled) yang ada dalam suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat pekerjaan mereka.        c. Mixed Unions
         Yaitu serikat karyawan yang mencakup para pekerja terampil, tidak terampil dan setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang dari industri mana. Bentuk serikat karyawan ini mengkombinasikan antara craft unions dan industrial unions.

STRUKTUR SERIKAT KARYAWAN

          Pada umumnya karyawan akan kehilangan kontak langsung dengan pimpinan atau pemilik perusahaan dengan semakin berkembangnya perusahaan tersebut. Kedaan ini menyababkan munculnya serikat-serikat karyawan untuk membantu para pekerja mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut pekerjaaan mereka. Melalui serikat karyawan, para pekerja dapat berupaya untuk mengendalikan “pekerjaan-pekerjaan” dan “lingkungan kerja” mereka.
Serikat karyawan local (local unions) merupakan bentuk basis organisasi buruh, dan bagian yang paling penting dari struktur serikat karyawan. Serikat karyawan lokal memberikan kepada para anggota “revenue” dan kekuatan penggerakan serikat secara keseluruhan. Serikat lokal ini sering disebut serikat buruh cabang. Selanjutnya, serikat karyawan berbagai cabang bergabubg dan membentuk serikat karyawan nasional (national unions). Tugas serikat nasional ini adalah untuk mewakili karyawan dalam penyelesaiaan masalah-masalah yang kepentingannya bersifat nasional.
Disamping itu, beberapa serikat karyawan bisa membentuk organisasi karyawan di tingkat daerah. Gabungan berbagai serikat karyawan di suatu daerah disebut serikat karyawan regional. Alasan yang mendasari terbentuknya serikat regional bisa merupakan persamaan kepentingan, keunikan masalah-masalah hubungan perburuhan secara geografis, jauhnya jarak antara serikat karyawan suatu cabang dengan cabang lain, atau sebab-sebab lainnya.
PERUNDINGAN KERJA BERSAMA

         Perundingan kerja bersama (collective bargaining) adalah proses dimana perwakilan serikat pekerja (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang akan datang. Dalam kerangka serikat karyawan dan manajemen, perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang diawali oleh serikat karyawan dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi serta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya kontrak.

         Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak.
          Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat. Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu. Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan bagaimana kontrak akan dilaksanakan.
FAKTOR - FAKTOR PENGARUH DALAM PERUNDINGAN KERJA BERSAMA

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perundingan kerja bersama yang akan mempengaruhi sikap, proses dan hasil perundingan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah:
a. Cakupan perundingan
          Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja. Apakah berlaku untuk para karyawan dalam suatu departemen, divisi, perusahaan atau seluruh karyawan dalam suatu industri.
b. Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
           Serikat karyawan mempunyai beberapa strategi dan taktik tertentu yang digunakan untuk memaksakan kelonggaran-kelonggaran yang lebih besar dai perusahaan. Selain menggunakan taktik tawar-menawar atau sering dikenal dengan istilah “perdagangan sapi”, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan:
• Pemogokan (strikes)
• Picketing (mencegah karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan)
• Boikot
c. Peranan pemerintah
          Kedua belah pihak, serikat karyawan dan buruh, sering lebih senang mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Intervensi ini paling tidak dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
d. Kesediaan perusahaan
          Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan ditentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan penggunaan alat-alat pemaksa (misal, pemecatan, skorsing, demosi, dsb)

HUBUNGAN INDUSTRIAL

      Guna melaksanakan kegiatan didunia industri, diperlukan perpaduan semua sarana yang disepakati antar pihak secara jujur dan terbuka. Hubungan antar pihak didunia industri, hubungan yang terjadi antar pekerja dan pengusaha, melahirkan hubungan industrial.

Dalam menjalankan hubungan industrial itu, diperlukan sarana-sarana sebagaimana ditetapkan dalam UU No 13/2003, yaitu :
     1.      Serikat Pekerja
     2.      Organisasi Pengusaha
     3.      LKS Bipartit
     4.      LKS Tripartit
     5.      Peraturan Perusahaan
     6.      Perjanjian Kerja Bersama
     7.      Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan
     8.      Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam menjalankan Hubungan Industrial itu masing-masing pelaku mempunyai fungsi :

– Pekerja dan Serikat Pekerja, mempunyai fungsi :
·         Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya
·         Menjaga ketertiban guna kelangsungan produksi
·         Menyalurkan aspirasi secara demokratis
·         Mengembangkan keterampilan dan keahlian
·         Memajukan perusahaan
·         Memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya

– Pengusaha dan Organisasi Pengusaha, mempunyai fungsi :
·         Menciptakan kemitraan
·         Mengembangkan usaha
·         Memperluas lapangan kerja
·         Memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis dan berkeadilan

PRODUKTIVITAS DAN DISIPLIN KERJA

        Produktivitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan, baik dalam jumlah terutama dalam mutu. Sementara ahli mengatakan produktivitas adalah perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (output).

Produktivitas dan disiplin kerja akan berjalan dengan baik bila :
  • Terdapat jalinan hubungan yang baik antara pekerja dan manajemen, terbuka dan saling percaya. 
  • Adanya pekerja yang memenuhi kualifikasi kerja dan kompetensinya. 
  • Terdapat suatu system tentang proses dan prosedur kerja yang terbuka, dikerjakan secara sistematis dan terukur. 
  • Terjadinya pendekatan “job oriented” dan “people oriented” yang melahirkan efesiensi kerja. Hal ini mendorong pula adanya motivasi kerja. 
  • Terbukanya sarana komunikasi antar pihak dan yang dianggap penting ialah adanya LKS Bipartit yang dibentuk bukan sekedar formalitas. 
  • Adanya program peningkatan keterampilan kerja sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap disiplin kerja antara lain :
  • Tingkat kesejahteraan pekerja yang rendah bahkan buruk 
  • Pimpinan dari foreman, supervisor dan manager yang kadang otoriter, apalagi secara teknis kurang menguasai pekerjaan yang diberikan kepadanya 
  • Pimpinan perusahaan yang hanya terpaku pada pendekatan “job oriented” 
  • Adanya sikap perusahaan yang mengutamakan “prestige” sehingga menolak kritik membangun 
  • Adanya lingkungan dan kenyamanan kerja yang tidak mendukung 
  • Tidak terbukanya kebutuhan untuk berafiliasi dengan teman lain atau tidak adanya kesempatan untuk aktualisasi diri 
  • Kondisi pekerja itu sendiri 
  • Keadaan diatas tentunya dipengaruhi juga oleh cara recruitment pekerja.
Japan International Cooperation Agency dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pekerja yang direcrut perusahaan adalah :
* Knowledge                    – 23 %
* Skill                               – 27 %
* Scholl                            – 10 %
* Attitude                         – 38 %
* Recommendation          –   2 %
Dengan demikian faktor yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan mutu kerja adalah sikap, keterampilan dan knowledge. Pelaksanaan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat sangat tergantung dari kemampuan manajemen untuk mengadakan koordinasi atas fungsi-fungsi tanah dan gedung, material, mesin dan peralatannya, energi dan sumber daya manusia melalui perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, kontrol dan memotivasi, mempertahankan atau pengembangan program guna perolehan hasil barang dan jasa yang telah direncanakan sesuai perkiraan kebutuhan pasar.


KESIMPULAN

1. Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kehadiran serikat kerja ini mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement).

2. Dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya serikat pekerja antara lain:
  1. Dampak Monopoli
  2. Dampak Suara Kolektif
  3. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas
3. Hubungan serikat karyawan dengan manajemen sumber daya manusia
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Untuk memahami bagaimana dan mengapa serikat karyawan mempengaruhi manajemen sumber daya berbeda.

4. Tipe-tipe serikat karyawan ada tiga macam, yaitu:
  1.  Craft Unions
  2. Industrial Unions
  3. Mixed Unions
5. Perundingan kerja bersama adalah proses dimana perwakilan serikat pekerja (representative) dua     kelompok bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang akan datang.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi seta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya kontrak.

CONTOH HUBUNGAN SERIKAT KERJA DENGAN MSDM

Dasar Negara Indonesia mengamanatkan dalam UUD 1945, dalam hal perburuhan amanat tersebut di implementasikan pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Serta UU yang terkait juga seperti Pasal 39 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tujuannya adalah melindungi dan mengatur tentang hak dan kewajiban antara buruh dengan pemberi kerja/pengusaha, namun masih banyaknya buruh di Tangerang yang hidup jauh dari layak, yang mengakibatkan tingkat kriminalitas tinggi, upaya pemerintah mengatasi pengangguran dengan cara menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan adalah langkah yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.

Faktanya, masih banyak pelanggaran yang bersifat Normatif sering terjadi di tingkat perusahaan, diantara faktor tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan dari bagian Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang tidak berfungsi dengan baik, sehingga membuka peluang pada pengusaha untuk melakukan pelanggaran – pelanggaran. Contoh fakta dalam hal tersebut, penulis menganggap ‘Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Tangerang Mandul Dalam Menjalankan Tugas dan Fungsinya’.

Kesempatan ini penulis menceritakan kasus pada PT ARIM THREAD (Lokasi, produksi, brand, dan jumlah buruh), bahwa dasar pembentukan serikat buruh FSB Garteks SBSI di PT. ARIM THREAD bertujuan untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara Buruh dan perusahaan, namun dalam kenyataan yang ada, serikat buruh dipandang seperti duri atau benalu yang ada di dalam perusahaan. Pada tanggal 11 November 2014 telah terjadi kesepakatan bersama antara pihak perusahaan PT. ARIM THREAD dengan pihak buruh, dengan isi kesepakatan diantaranya perusahaan siap menjalankan UMK 2014, Perhitungan upah lembur, hak cuti, BPJS, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku, serta akan mempekerjakan kembali pengurus maupun anggota yang sebelumnya ditolak bekerja.

Namun dengan berjalanya waktu perusahaan dengan terang –terangan menurunkan jabatan terhadap pengurus komisariat di tingkat perusahaan dan memutus hubungan kerja 2 (Dua) anggota FSB Garteks SBSI PT ArimThread dengan alasan habis kontrak. Pemutusan Hubungan Kerja sepihak yang dilakukan oleh Manajemen PT. ARIM THREAD tanpa adanya Penetapan tertulis dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah hal yang sangatlah lumrah dan semakin menjamur bahkan sudah mendarah daging dimata pengusaha nakal seperti yang dilakukan Management PT. ARIM THREAD dengan mengkebiri UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan demikian, implementasi dari hak berserikat belum mendapatkan perhatian serta tindakan yang konkrit dari pemeritah, hal ini membuat pengusaha selalu memberikan sanksi kepada buruhnya yang berserikat. Pada hakekatnya pengusaha mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan adalah bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia tapi kurang tegasnya penegak hukum bahkan hukum dimainkan oleh penegak hukum itu sendiri.
Secara herarki UU lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Peraturan Perusahaan, namun pada kenyataannya Implementasi dari UU tidak sesuai dengan tujuan dari pembuatan UU itu sendiri agar bisa berjalan secara MUTATIS MUTANDIS, hanya retorika yang digaungkan para penegak hukum dalam pelaksanaan UU, perubahan tak berarti.

Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap anggota kami, yang tidak disertai dengan penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indutrial (LPPHI) maka berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka PHK tersebut batal demi hukum dan mutasi serta penurunan jabatan/tingkatan kerja (demosi) yang dilakukan management PT. ARIM THREAD terhadap pengurus komisariat di tingkat perusahaan, kami anggap sebagai bentuk kampanye anti serikat buruh di perusahaan karena bertentangan dengan Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000 jo Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja.

Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang SP/SB berbunyi Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak manjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
  1. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi ;
  2. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh ;
  3. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
  4. Melakukan kampanye anti pementukan serikat pekerja/serikat buruh.”
    Bagi pelanggar Pasal 28 dikenakan sanksi Pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima ) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ) karena tindakan Pidana tersebut diatas merupakan tindakan Pidana Kejahatan.

Jelas tindakan yang dilakukan oleh pihak managemen terkait dengan PHK, Mutasi serta Demosi yang dilakukan pihak Management PT. ARIM THREAD terhadap Pengurus dan anggota kami, kami anggap sebagai bentuk dari kampanye anti serikat buruh dan upaya pemberangusan serikat Buruh (Union Busting) dan Union Busting merupakan isu Nasional maupun Internasional.

Disnaker Kab. Tangerang menjadwalkan untuk mengklarifikasi permasalahan ketenagakerjaan, Pada hari senin tanggal 22 Desember 2014 bertempat di PT ARIM THREAD Pkl. 13.00 WIB namun tidak ada satupun pengawas dari disnaker Kab. Tangerang yang hadir pada hari dan jam tersebut, hanya seorang mediator tanpa hasil apapun.

Hukum sebab akibat mendasari kita untuk menduga, akibat pengusaha yang dimanja oleh pemerintah menjadikan pelanggaran yang dilakukan itu tidak bermasalah. Berdasarkan keterangan dari anggota dan pengurus beberapa kali oknum pejabat Disnaker Kab. Tangerang hadir ke PT. ARIM THREAD namun semua ketentuan yang bersifat normative belum ada yang dijalankan, ??? kalau sudah seperti ini seolah olah pemerintah menerima keadaan tanpa ada tindakan berarti dalam mempresure Pengusaha Nakal yang selalu membuat kesalahan atau melanggar hukum.
Ada apa Disnaker Kabupaten Tangerang !!!
Apabila permasalahan ini tidak segera diselesaikan maka kami dari Pihak DPC FSB GARTEKS SBSI Tangerang Raya akan melaporkan ke permasalahan ini ke Kementerian Tenaga Kerja RI di Jakarta terkait :
  1. Kinerja Pengawas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang
  2. Dugaan telah terjadinya pelanggaran pada Pasal 28 jo Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang SP/SB dan UNION BUSTING di PT. ArimThread yang beralamat di Jl. Millenium 12 Blok F. 12 No. 7 Ds. Peusar, Kec. PanonganKab. Tangerang Banten Indonesia ke Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta ;
  3. Koordinasi dengan Konfedersai dan Afiliasi di luar negeri untuk melakukan aksi solidaritas dan memboikot produk dari PT. ArimThread yang beralamat di Jl. Millenium 12 Blok F. 12 No. 7 Ds. Peusar, Kec. PanonganKab. Tangerang ;
*** Kota Seribu Industri Dengan Sejuta Penindasan ***

Aris Sokhibi
Wkl. Sekretaris DPC FSB Garteks Tangerang Raya


Sumber :
https://rahayu91.wordpress.com/2011/02/20/hubungan-serikat-pekerja-manajemen/
http://blitarbelajar.blogspot.com/2010/03/makalah-serikat-karyawan.html
https://www.turc.or.id/kasus-buruh-pt-arim-thread-menggugat/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar